Cinta
dan Pernikahan
Cinta,
tidak akan habis bila kita membahas mengenai cinta bahkan kita sebagai yang
muda tidak akan pernah bosan untuk membahasnya, bahkan hampir setiap hari saya
mendengar pasti saja ada yang berbicara tentang cinta. Apaan si tuh cinta ?? apakah perasaan kita pada orang tua disebut
cinta ? apakah perasaan terhadap istri kita disebut cinta ?? yaps, kalo menurut saya itulah salah satu
dari yang namanya cinta. Terus kalo perasaan terhadap Pacar ? nahh kalo itu baruu bukan cinta, itu namanya Nafsu. Hahah
Pernikahan itu sendiri kalau menurut kamus
besar bahasa indonesia, Nikah sendiri artinya Ikatan (Akad) perkawinan yang
dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum dan ajaran agama
Pernikahan itu sendiri di anggap sebagi simbol kematangan dan kedewasaan seseorang dalam pergaulan bermasyarakat. Dengan menikah berarti tela di anggap mampu bertanggung jawab untuk membentuk sebuah keluarga baru dan menjalankan semua kewajiban-kewajiban yang ada di dalamnya
Pernikahan itu sendiri di anggap sebagi simbol kematangan dan kedewasaan seseorang dalam pergaulan bermasyarakat. Dengan menikah berarti tela di anggap mampu bertanggung jawab untuk membentuk sebuah keluarga baru dan menjalankan semua kewajiban-kewajiban yang ada di dalamnya
Bagaimana memilih pasangan
Semakin umur
kita bertambah sudah tentu pasti akan semakin banyak pertanyaan-pertanyaan yang
akan terlontar dari orang tua kita, saudara, teman dan lain-lain yaitu
pertanyaan.
“Kapan Nikah ? “ “Udah punya pasangan belom ?”
“Kapan Nikah ? “ “Udah punya pasangan belom ?”
Kalo
saya sendiri sih, kalo d tanya kayak begitu tinggal bilang aja,
“Kapan Nikah ?”
“InsyaAllah secepatnya doain aja yah”
“Udah punya pasangan belom ?”
“Alhamdulillah udah cuman masih d umpetin ama Allah, kalo udh ktmu ya langsung deh samperin rumahnya :p”
Menurut survei , telah membuktikan banyak orang yang memilih pasangan dengan kriteria sebagai berikut
1. Seiman
“Kapan Nikah ?”
“InsyaAllah secepatnya doain aja yah”
“Udah punya pasangan belom ?”
“Alhamdulillah udah cuman masih d umpetin ama Allah, kalo udh ktmu ya langsung deh samperin rumahnya :p”
Menurut survei , telah membuktikan banyak orang yang memilih pasangan dengan kriteria sebagai berikut
1. Seiman
2.Mapan
3.Ganteng/Cantik
4.Fisiknya
Tapi menurut saya bukan
itu semua kecuali yang nomor 1 , yang itu saya setuju, menurut saya faktor agama, memilih pasangan yang baik itu
dari faktor agamanya, apakah ibadah yang d ajarkan agama dia di pakai di dalam
kehidupan sehari-hari ? atau hanya agama mereka hanya pada KTP saja ?
Bila
kita memiliki berbagai kandidat pasangan yang satu kaya raya, yang satunya lagi
tampan serta fisiknya bagus, dan yang terakhir ibadah dan pengentahuan agamanya
bagus, maka dari ke tiga itu kita lebih baik memilih yang ke 3 yaitu pasangan
yang ibadah serta pengetahuan agamanya bagus, karena selain pasangan tersebut
dapat membimbing kita pada Nikmat dunia, juga ia akan dapat membimbing serta
mengajak kita mencicipi indahnya Surga.
Jadi
menurut saya bila ingin memilih pasangan, maka pilihlah yang baik ibadahnya,
bila ia ibadahnya baik,tampan,serta kaya raya, anggap lah
ketampanan/kecantikannya, serta kekayaan hartanya sebagai Bonus karena kita
telah menilai dan memilih pasangan dari Agamanya.
Seluk
beluk hubungan dalam perkawinan
Pada umumnya salah satu
tanda kegagalan suami-istri dalam mencapai kebahagiaan perkawinan adalah
perceraian. Perceraian adalah akumulasi dari kekecewaan yang berkepanjangan
yang disimpan dalam alam bawah sadar individu. Adanya batas toleransi pada
akhirnya menjadikan kekecewaan tersebut muncul kepermukaan, sehingga keinginan
untuk bercerai begitu mudah.
Masalah diseputar perkawinan atau kehidupan berkeluarga
antara lain:
·
Kesulitan ekonomi keluarga yang kurang
tercukupi.
·
Perbedaan watak.
·
Temperamen dan perbedaan kepribadian
yang sangat tajam antara suami dan
istri.
·
Ketidakpuasan dalam hubungan seks.
·
Kejenuhan rutinitas.
·
Hubungan antara keluarga besar yang kurang
baik.
·
Adanya istilah WIL (wanita idaman lain)
atau PIL (pria idaman lain).
·
Masalah harta warisan.
·
Menurunnya perhatian kedua belah pihak.
·
Domonasi dan intervensi orang tua atau
mertua.
·
Kesalahpahaman antara kedua belah pihak.
Dari salah satu masalah
diatas yaitu kesalahpahaman yang menyebabkan pasangan menjadi tersinggung,
sehingga terkadang memicu adanya perceraian, merupakan masalah yang sering
terjadi dalam kehidupan rumah tangga. Karena kesalahpahaman itulah yang
terkadang pasangan enggan untuk membuka komunikasi dengan pasangannya yang
kemudian menimbulkan misskomunikasi. Tanpa mereka sadari dengan keadaan seperti
itu malah akan membuat mereka sulit dalam menghadapi problem apapun. Komunikasi
yang intern dan baik akan melahirkan saling keterbukaan dan suasana keluarga
yang nyaman.
Allah juga memerintahkan kepada suami-istri untuk
selalu berbuat baik. Suami dan istri sering beranggapan bahwa masalah yang
timbul akan selesai dengan sendirinya, asalkan bersabar dan menyediakan waktu
yang panjang.
Namun kenyataannya
masalah yang didiamkan bukan membaik, malah memburuk seiring berjalannya waktu
yang lama. Kejengkelan makin menumpuk dan penyelesaian makin jauh di mata,
kareana masalah menjadi seperti benang kusut dan tidak tahu lagi harus
memulainya dari mana. Tabungan cinta cenderung menyusut seiring dengan
berkecamuknya masalah dengan berkurangnya cinta dan kasih sayang, berkurang
pulalah semangat untuk menyelesaikan masalah. Pada akhirnya ketidakpedulian
menggantikan cinta dan makin menyesuaikan diri dalam kehidupan yang tidak sehat
ini. Dengan kata lain antara suami dan istri sudah menemukan cara yang efektif
untuk menyelesaikannya tapi tidak dilakukan sehingga dapat menimbulkan
perceraian.
Penyesuaian
dan Pertumbuhan dalam perkawinan
Hirning dan Hirning
(1956) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan
itu lebih kompleks dibandingkan yang terlihat. Dua orang memasuki
perkawinan harus menyesuaikan satu sama lain dengan tingkatan yang
berbeda-beda. Untuk tingkat organismik mereka harus menyesuaikan diri dengan
sensori, motor, emosional dan kapasitas intelektual dan kebutuhan. Untuk
tingkat kepribadian, masing-masing mereka harus menyesuaikan diri dengan
kebiasaan, keterampilan, sikap, ketertarikan, nilai-nilai, sifat, konsep ego,
dan kepercayaan. Pasangan juga harus menyesuaikan dengan lingkungan mereka,
termasuk rumah tangga yang baru, anak-anak, sanak keluarga, teman, dan
pekerjaan.
Lasswell dan Lasswell
(1987) mengatakan bahwa konsep dari penyesuaian perkawinan adalah bahwa dua
individu belajar untuk saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan, dan
harapan.
Dyer (1983) menyatakan
penyesuaian perkawinan adalah adanya bermacam-macam proses dan penyesuaian
didalam hubungan perkawinan antar pasangan, dimana adanya proses untuk
mengakomodasikan situasi sehari-hari, menyeimbangkan kebutuhan masing-masing,
ketertarikan, role-expectation, dan pandangan, dan beradaptasi untuk perubahan
kondisi perkawinan dan kehidupan keluarga.
Menurut LeMasters
(dalam Dyer, 1983) penyesuaian perkawinan bisa dikonseptualisasikan sebagai
kapasitas penyesuaian atau adaptasi, sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah
daripada kemangkiran dari masalah.
Schneiders (1964) mengatakan bahwa konsep dari
penyesuaian perkawinan adalah suatu seni kehidupan dan bermanfaat dalam
kerangka tanggung jawab, hubungan, dan pengharapan yang merupakan hal mendasar
dalam perkawinan.
Duvall dan Miller
(1985) mengatakan bahwa penyesuaian perkawinan itu adalah proses membiasakan
diri pada kondisi baru dan berbeda sebagai hubungan suami istri dengan harapan
bahwa mereka akan menerima tanggung jawab dan memainkan peran sebagai suami
istri.
Penyesuaian perkawinan
ini juga dianggap sebagai persoalan utama dalam hubungan sebagai suami istri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyesuaian perkawinan adalah dua
orang memasuki tahap perkawinan dan mulai membiasakan diri dengan situasi baru
sebagai suami istri yang saling menyesuaikan dengan kepribadian, lingkungan,
kehidupan keluarga, dan saling mengakomodasikan kebutuhan, keinginan dan harapan.
Perceraian
dan Pernikahan kembali
Apa yang akan
mempengaruhi seseorang untuk menikah setelah bercerai? Ada banyak faktor.
Misalnya seorang wanita muda yang menikah lagi karena tidak memiliki anak dari
pernikahan sebelumnya. Faktor pendidikan, pendapatan dan sosial juga bisa
menjadi penyebab seseorang untuk menikah lagi. Sebagai manusia, kita memang
mempunyai daya tarik yang tinggi terhadap hal-hal yang baru. Jadi, semua hal
yang telah kita miliki dan nikmati untuk suatu periode tertentu akan kehilangan
daya tariknya. Misalnya, Anda mencintai pria yang sekarang menjadi pasangan
karena kegantengan, kelembutan dan tanggung jawabnya. Lama-kelamaan, semua itu
berubah menjadi sesuatu yang biasa. Itu adalah kodrat manusia. Sesuatu yang
baru cenderung mempunyai daya tarik yang lebih kuat dan kalau sudah terbiasa
daya tarik itu akan mulai menghilang pula. Ada kalanya, hal-hal yang sama, yang
terus-menerus kita lakukan akan membuat jenuh dalam pernikahan
Single
Life
Namun banyak juga,
orang-orang yang memilih , lebih menikmati untuk menjalakan suatu prinsip yang
di sebut Single Life, yaitu hidup sendiri/ hidup melajang tanpa pasangan hal
ini di karenakan :
1. Kebebasan
Mereka memilih single
karena mereka masih ingin bebas dengan hidupnya, tanpa ada yang melarang. Dia
ingin memiliki lebih banyak waktu untuk dirinya sendiri. Selain itu, dia belum
ingin berbagai kehidupan, mulai dari waktu sampai finansia dengan seorang
wanita/pria. Bagi mereka, pernikahan hanya akan mengubah pola kehidupan yang
saat ini dijalaninya.
2. Masih Ingin
Bersenang - senang
Pergi jalan-jalan,
menghabiskan uang , belanja ini itu, pergi jalan-jalan bersama teman-teman merupakan tanda bahwa mereka masih ingin
bersenang-senang dengan hidupnya. Ketika punya keluarga nanti, tentu
konsekuensinya adalah si dia harus meninggalkan kehidupan tersebut. Bagi
sebagian pria, mereka belum siap harus meninggalkan kehidupan “Happy Lifenya” tersebut.
3. Belum Menemukan
Wanita Idea
Setiap orang memiliki
kriteria ideal untuk jadi pendampingnya. Mungkin sampai
saat ini, mereka belum menemukan orang yang dirasa ideal. Hingga ia tetap
menunggu sampai ada wanita yang 'klik' di hatinya dan sesuai dengan
kriterianya.
4. Takut dengan
Tanggung Jawab
Masuk ke jenjang
pernikahan berarti tanggung jawab lebih besar. Belum lagi ketika punya anak
nanti. Untuk orang yang takut akan komitmen, mereka hanya membanyangkan hal-hal
buruk dari pernikahan. Itu tanda bahwa mereka takut memiliki tanggung jawab
lebih besar.
5. Belum Dewasa
Meski umur telah cukup
dewasa untuk menikah, tapi pemikiran mereka belum dewasa, sehingga pernikahan
belum dibayangkan. orang yang belum dewasa hanya memikirkan diri sendiri dan
tidak mau berbagi dengan orang lain. Mereka hanya untuk makan, tidur, kerja untuk
mendapatkan uang untuk dirinya sendiri untuk bersenang-senang
TweetNikah
(2013) . AKU,KAU & KUA. PT Elex media komputindo .
0 komentar:
Posting Komentar